Home Books Paintings Photography Films Video About Me Contact Me

Promotional Video

Press Release 1


Tentang
Novel

Beri
Komentar

Back to Novel

PRESS RELEASE 2

PELUNCURAN dan TALK SHOW
NOVEL KONTROVERSIAL

“DEMI ALLAH, AKU JADI TERORIS”

 
Apa yang akan anda lakukan jika anda diminta bergabung dalam sebuah organisasi yang mengatasnamakan agama, untuk melakukan bom bunuh diri? Sebuah pertanyaan yang diangkat menjadi tajuk talk show acara peluncuran novel “Demi Allah, Aku Jadi Teroris” karya Damien Dematra yang diselenggarakan Maarif Institute dan Gramedia Pustaka Utama (GPU) pada malam 1 Suro, 17 Desember 2009, di PP Muhammadiyah, Jl. Menteng Raya No. 62. Para panelis adalah: Damien Dematra (penulis, sutradara), Brig. Jend. Pol (purn) Surya Dharma (mantan Kadensus 88), Dr. Abdul Mu’ti (PP Muhammadiyah), Ustad Sabri Lubis (Sekjen FPI), Nasir Abas (mantan pimpinan Jamaah Islamiyah), M. Sobari (NU/Budayawan), dan Andrie Jarot (presenter TVOne, Moderator). Hadir pula para perwakilan negara sahabat, beberapa mantan dan aktivis garis keras, dan sekitar 500 tamu yang membuat ruangan aula PP Muhammadiyah membeludak.
“Demi Allah, Aku Jadi Teroris” diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama pada bulan Desember 2009. Menurut General Manager Marketing GPU, Bpk. Ruben Saragih, “Demi Allah, Aku Jadi Teroris” adalah novel Mega Unggulan, dan hanya dalam beberapa hari telah dicetak ulang. Novel ini juga akan segera difilmkan, dan rencana produksinya akan dilakukan pada bulan Januari 2010.
Maarif Institute mengadakan acara ini sebagai dukungan terhadap karya ini sekaligus merupakan bentuk peperangan melawan penyelewengan agama dan terorisme. Dalam sambutan pembukaannya, Fajar Riza Ul Haq, Direktur Eksekutif Maarif Institute mengatakan bahwa timeline novel ini dimajukan ke masa yang akan datang, karena kisah ini dapat menjadi sebuah early warning bagi masyarakat Indonesia, bahwa ini dapat menjadi modus operandi baru setelah tewasnya Dr. Azhari dan Noordin M. Top.
Ketika moderator menanyakan bagaimana proses lahirnya novel ini pada Damien Dematra, sang pengarang menerangkan bahwa pada suatu waktu, ia sedang bersama Brig. Jend. Pol (purn) Surya Dharma dan beberapa jenderal lain yang tidak dapat disebutkan namanya, dan saat itu Damien ditantang untuk menghasilkan sebuah karya provokatif yang mau dibaca oleh pengikut garis keras dan fundamentalis. Setelah itu, Damien Dematra berguru pada Brig. Jend. Pol (purn) Surya Dharma selama empat bulan dan memperoleh akses research pada beberapa pelaku langsung terorisme. Dalam perjalanannya, Damien kemudian bertemu dengan seorang wanita yang menjadi korban langsung perekrutan gerakan ini, sehingga walaupun novel ini fiksi, namun kisah di dalamnya terinspirasi oleh kejadian nyata.
Menjawab pertanyaan moderator, siapakah wanita itu, Brig. Jend. Pol (purn) Surya Dharma mengatakan telah bertemu dengan sang narasumber, namun ia tidak bersedia membuka identitasnya. Hal ini cukup diketahui oleh sang penulis, dirinya, dan si narasumber sendiri.
Lebih lanjut Damien Dematra menuturkan bahwa tujuan penulisan novel ini, selain untuk hal yang telah disebutkan di atas, adalah juga untuk menyuarakan pada seluruh masyarakat, termasuk dunia internasional, bahwa Islam adalah agama damai.
Saat mendapat kesempatan untuk memberi komentar, Nasir Abas mengatakan bahwa 30-40% kisah ini adalah kisah nyata dan selanjutnya adalah imajinasi, namun modus operandi seperti ini mungkin terjadi di kemudian hari, dan karenanya ia bersedia memberikan kata penutup.
Sedangkan bagi Kang Sobari, sang budayawan, fiksi yang bagi sebagian orang adalah khayalan, sebenarnya merupakan realita yang lahir dari dunia yang tidak persis dipetik dari peristiwa yang ditulis dalam novel itu. Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa novel dan sejarah merupakan cermin atau potret pergulatan hidup manusia untuk menjadi dirinya sebagai manusia dan untuk memanusiakan kemanusiaan.
Ustad Sabri Lubis mengatakan bahwa novel ini lebih sesuai diberi judul “Demi Allah, Aku Korban Aliran Sesat”. Lebih lanjut, ia mengatakan novel ini menarik, bahasa yang digunakan mudah dan hidup, namun agak kebarat-baratan, dan keterwakilan kelompok-kelompok atau golongan tertentu tidak seluruhnya terwadahi.
Dr. Abdul Mu’ti berpendapat, bahwa dengan bahasa yang lugas, mudah dicerna dan mengalir, pembaca akan kecanduan membaca novel ini dari sampul depan sampai kata terakhir. Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa kekuatan yang membangkitkan orang untuk menyuarakan Islam adalah agama yang damai, merupakan tanggung jawab setiap manusia. Ia mendorong pertumbuhan karya-karya seperti novel ini, karena karya sastra seperti demikian menyentuh sisi kemanusiaan.
Talk show berjalan dengan hangat dan menarik, namun sempat memanas ketika Kang Sobari dengan segera menyatakan keberatannya saat moderator menanyakan pada Sekjen Front Pembela Islam, Ustad Sabri Lubis, apakah buku ini akan di-sweeping atau tidak.
Acara talk-show ini pada akhirnya ditutup oleh pembacaan puisi tentang terorisme oleh aktor senior, Ray Sahetapy.
 Dalam endorsement-nya, Prof. Dr. Ahmad Syafii Maarif, guru bangsa dan penerima Ramon Magsaysay award, mengatakan bahwa sebagai seorang novelis dan sutradara yang telah lama malang-melintang dalam dunia perfilman, Bung Damien kali ini memasuki sebuah dunia yang sangat menakutkan: terorisme. Tetapi pesan moral yang hendak disampaikan adalah agar Tuhan tidak dibajak untuk membenarkan tindakan keji dan biadab. Agama dalam hal ini Islam adalah agama perdamaian dan kemanusiaan, sekalipun oleh sekelompok kecil pemeluknya telah disalahgunakan, sedangkan Prof. Dr. Azyumardi Azra, cendekiawan muslim dan Direktur Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, memaparkan bahwa (dalam novel ini), para pembaca dibawa ke dalam proses yang kompleks bagaimana seseorang (dalam hal ini Kemala) menjadi teroris. Menjadi teroris tidak hanya merupakan proses intensifikasi keagamaan bisa misleading, tetapi juga melibatkan pengalaman fisik dan psikologis yang traumatis. Dan bahkan juga melibatkan cinta. Novel ini seolah-olah membawa kita ke dalam realitas terorisme atas nama agama di sekitar kita, yang dalam dasawarsa terakhir marak di berbagai tempat di dunia, dan Ustadz Reza Syarief, MA, MBA, mengatakan bahwa Damien adalah penulis 3 dimensi, yang menulis dengan otot, otak, dan hati, dan ia menyarankan agar membaca novel ini 3x.
 Foto-foto peluncuran novel kontroversial “Demi Allah, Aku Jadi Teroris” dan Foto cover novel dapat diperoleh dan dipergunakan untuk keperluan pemberitaan.
Home Books Paintings Photography Films Video About Me Contact Me